Pada suatu hari di musim panas, tampak seekor keledai berjalan di
pegunungan. Keledai itu membawa beberapa karung berisi garam
dipunggungnya. Karung itu sangat berat, sementara matahari bersinar
dengan teriknya. "Aduh panas sekali. Sepertinya aku sudah tidak kuat
berjalan lagi," kata keledai. Di depan sana, tampak sebuah sungai. "Ah, ada
sungai! Lebih baik aku berhenti sebentar," kata keledai dengan gembira.
Tanpa berpikir panjang, ia masuk ke dalam sungai dan…. Byuur… Keledai itu
terpeleset dan tercebur. Ia berusaha untuk berdiri kembali, tetapi tidak
berhasil. Lama sekali keledai berusaha untuk berdiri. Anehnya, semakin
lama berada di dalam air, ia merasakan beban dipunggungnya semakin
ringan. Akhirnya keledai itu bisa berdiri lagi. "Ya ampun, garamnya habis!"
kata tuannya dengan marah. "Oh, maaf… garamnya larut di dalam air ya?"
kata keledai.
Beberapa hari kemudian, keledai mendapat tugas lagi untuk membawa
garam. Seperti biasa, ia harus berjalan melewati pegunungan bersama
tuannya. "Tak lama lagi akan ada sungai di depan sana," kata keledai dalam
hati. Ketika berjalan menyeberangi sungai, keledai menjatuhkan dirinya
dengan sengaja. Byuuur…. Tentu saja garam yang ada dipunggungnya
menjadi larut di dalam air. Bebannya menjadi ringan. "Asyik! Jadi ringan!"
kata keledai ringan. Namun, mengetahui keledai melakukan hal itu dengan
sengaja, tuannya menjadi marah. "Dasar keledai malas!" kata tuannya
dengan geram.
Keesokan harinya, keledai mendapat tugas membawa kapas. Sekali lagi,
ia berjalan bersama tuannya melewati pegunungan. Ketika sampai di
sungai, lagi-lagi keledai menjatuhkan diri dengan sengaja. Byuuur…. Namun
apa yang terjadi ? Muatannya menjadi berat sekali. Rupanya kapas itu
menyerap air dan menjadi seberat batu. Mau tidak mau, keledai harus terus
berjalan dengan beban yang ada dipunggungnya. Keledai berjalan
sempoyongan di bawah terik matahari sambil membawa beban berat
dipunggungnya.
Moral : Berpikirlah dahulu sebelum bertindak. Karena tindakan yang
salah akan menyebabkan kerugian bagi kita.
MIA DAN SI KITTY
Mia adalah seorang anak yang baik hati. Ia tinggal bersama orangtuanya di
suatu desa. Karena ramah dan baik hati, ia mempunyai banyak teman di
lingkungan rumah maupun sekolahnya. Mia adalah anak terkecil diantara 4
bersaudara. Setiap harinya, Mia dan kakak-kakaknya selalu diajari
kedisiplinan dan budi pekerti oleh orangtuanya. Mia sangat senang dengan
binatang. Binatang yang ada dirumahnya, dipeliharanya dengan rajin. Sudah
lama Mia ingin memelihara kucing, tetapi Ibunya melarang binatang
peliharaan yang dipelihara di dalam rumah karena membuat dalam rumah
kotor.
Suatu hari, Mia sedang pergi menuju sekolahnya. Ia pergi ke sekolah dengan
berjalan kaki. Jarak antara rumah dan sekolahnya tidak terlalu jauh hanya
300 meter. Di tengah jalan, ia melihat seekor anak kucing yang masih kecil
terjatuh ke dalam selokan. Mia merasa kasihan dengan anak kucing itu. Lalu
ia mengangkat anak kucing itu dari selokan dan menaruhnya di tempat yang
aman kemudian Mia melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Bel tanda masuk
berbunyi. Mia dan teman-temannya segera masuk ke kelas.
Di sekolahnya, Mia termasuk anak yang cerdas. Ia selalu masuk dalam
rangking 3 besar. Ia sering mengadakan kelompok belajar bersama temantemannya
di
waktu
istirahat
maupun
setelah
pulang
dari
sekolah.
Dalam
kelompok
belajar
itu,
mereka
membahas
pelajaran
yang
telah
mereka
dapatkan
dan
juga
membahas
pekerjaan
rumah
yang
diberikan
oleh
guru.
Kriiingg...
Bel
tanda
waktu
pulang
berbunyi!
Mia
dan
teman-temannya
segera
bergegas
membereskan
buku-bukunya
dan
segera
keluar
ruangan.
Di perjalanan pulang, ketika sedang mengobrol dengan teman-temannya, Mia
melihat anak kucing yang tadi pagi dilihatnya dalam selokan. Anak kucing itu
mengeong-ngeong sambil terus mengikuti Mia. Mia tidak sadar ia diikuti oleh
anak kucing itu. Sesampainya di rumah, ketika akan menutup pintu, Mia
terkejut karena ada anak kucing mengeong sekeras-kerasnya. Mia baru
menyadari kalau anak kucing yang ditolongnya, mengikutinya sampai rumah.
Mia mohon pada Ibunya, agar ia di izinkan memelihara kucing kecil itu.
"Tidak boleh!, nanti hewan itu membuat kotor rumah", ujar Ibu Mia. "Tapi bu,
kasihan kucing ini! ia tidak punya tempat tinggal dan tidak punya orangtua",
kata Mia. Setelah beberapa saat, akhirnya Ibu membolehkan Mia memelihara
kucing dengan syarat binatang itu tidak boleh ditelantarkan dan jangan
sampai mengotori rumah.
Sejak saat itu, Mia memelihara anak kucing itu. Setiap hari ia memberi
minum dan makan anak kucing itu. Lama-lama Mia menjadi sangat sayang
dengan anak kucing itu. Mia memberi nama anak kucing itu Kitty. Semenjak
dipelihara Mia, Kitty menjadi bersih dan gemuk, bulunya yang berbelang tiga
membuatnya tambah lucu.
Beberapa bulan kemudian, Si Kitty menjadi besar. Suatu hari, Mia melihat
seekor burung kutilang yang tergeletak di halaman rumahnya. Mia mendekati
burung kutilang itu dan mengangkatnya. Ternyata burung kutilang itu terluka
sayapnya dan tidak bisa terbang. Mia merawat burung itu dengan penuh kasih
sayang. Si Kitty merasa cemburu karena merasa Mia menjadi lebih sayang
pada burung kutilang daripadanya. Padahal Mia tetap menyayangi si Kitty.
Karena merasa tidak diperhatikan lagi, setiap Mia tidak ada, si Kitty selalu
menakut-nakuti burung kutilang tersebut.
Setelah dirawat Mia selama seminggu, burung kutilang itu jadi sembuh.
Beberapa hari kemudian, ketika Mia baru pulang dari sekolah, ia melihat
pintu kandang burung kutilangnya terbuka dan ada bercak darah di bawah
kandang burung kutilangnya. Mia berpikir jangan-jangan si Kitty memakan
burung Kutilangnya. Ketika melihat si Kitty, Mia jadi lebih curiga karena pada
mulut si Kitty terdapat bercak darah. Karena saking kesalnya, Mia mengambil
sapu dan mengejar si Kitty untuk dipukul. Si Kitty segera berlari masuk ke
kolong tempat tidur.
Ketika melihat ke kolong Mia sangat terkejut karena ada seekor ular yang
sudah mati dibawah kolong tempat tidurnya. Akhirnya Mia sadar, si Kitty
telah menyelamatkannya dengan menggigit ular tersebut. Mia baru ingat
kalau ia lupa menutup pintu sangkar burungnya. Mia menyesal ketika ingat
akan memukul si Kitty. Padahal kalau tidak ada si Kitty mungkin ular tersebut
masih hidup dan bisa mencelakainya. Akhirnya Mia sadar akan kesalahannya
dan memeluk si Kitty dengan erat. Sejak kejadian itu, Mia jadi lebih sayang
dengan Si Kitty. TAMAT
MONI, MONYET YANG LICIK
Siang itu angin berhembus sepoi-sepoi. Moni duduk di dahan sambil
mengantuk. Tiba-tiba perutnya berbunyi keroncongan dan terasa lapar. Ia
membayangkan betapa enaknya bila makan buah-buahan. Tetapi ia kemudian
tersentak mengingat kata-kata temannya. Ia dikatakan sebagai si Serakah, si
Rakus, si Tukang Makan, dan sebagainya. Bahkan ia terngiang kata-kata pak
tani yang memarahinya. "Awas, kalau mencuri lagi! Kubunuh, Kau! Kalau kau
ingin makan buah-buahan tanamlah sendiri! Bekerja dan berusahalah dengan
baik!" kata petani dengan geram. Bulu kuduknya berdiri ketika ia teringat
pernah dipukuli ketika mencuri pisang dan mangga di kebun pak tani.
Moni kemudian berpikir bagaimana cara mendapatkan makanan agar tidak
dimarahi orang. "Ah, lebih baik saya mencari sahabat karibku! Mudahmudahan
ia
dapat
membantuku,"
kata
Moni
dalam
hati.
Ia
kemudian
turun
dari
pohon
dan
berjalan
mencari
katak
sahabat
karibnya.
Setibanya
di
pematang
sawah,
sambil
bernyanyi
ia
memanggil
sahabat
karibnya
tersebut.
"Pung... ketipung ... pung! He... he... he...! Katak sahabatku, mengapa
engkau sudah lama tak muncul? Ini sahabatmu datang! Saya rindu sekali
padamu! Muncullah ... muncullah!" Mendengar nyanyian tersebut katak
muncul sambil bernyayi "Teot... teot! Teot... teblung! Ini aku si Katak
datang!" Aku juga rindu padamu. Bagaimana aku muncul, bila kau sendiri tak
muncul?" Kedua binatang tersebut kemudian berbincang-bincang untuk
melepaskan kerinduannya. Pada kesempatan itu juga si Monyet
menyampaikan maksudnya Katak sahabatku, bagaimana kalau kita bekerja
sama untuk menanam buah-buahan," ajak monyet. "Wah, saya setuju sekali.
Tetapi buah apa ya yang paling enak dan paling mudah ditanam?" jawab
Katak. "Lebih baik kita menanam pisang saja! Bibitnya mudah didapat dan
cara menanamnyapun mudah, bagaimana?" kata monyet
sambil bertanya. "Baiklah, saya akan mencari bibitnya.
Biasanya banyak batang pohon pisang yang hanyut di sungai.
Mari kita ke tepi sungai!" jawab katak sambil mengajak
monyet. Mereka kemudian ke tepi sungai sambil berbincang-
bincang dengan akrabnya. Sesampainya di tepi sungai ia bermain-main sambil
menunggu bila ada batang pisang yang hanyut. Benar juga! Tak lama
kemudian ada sebatang pohon pisang yang hanyut.
"Nah, itu dia!" Teriak katak sambil menunjuk batang pisang yang hanyut.
"Mari kita seret ke tepi!" ajak moni. "Mari!" jawab katak. Mereka terjun ke
sungai dan menyeret batang pisang ke tepi sungai. Sesampainya di tepi,
mereka angkat batang pisang itu ke daratan. Mereka kemudian menunggu
kalau ada batang pisang yang hanyut lagi tetapi tak kunjung datang.
"Menunggu itu membosankan," kata monyet menggerutu. "Ya, kalau begitu
besok kita ke sini lagi! Kita tunggu bila ada batang pisang yang hanyut lagi!
Yang ini untukku," kata katak sambil memegang batang pisang. "Ah, jangan
curang! Ini milik kita berdua. Dari pada menunggu sampai besok sebaiknya
kita bagi saja batang pohon pisang ini sekarang," kata monyet.
"Baiklah, kita potong saja batang pohon pisang ini menjadi dua. Kamu bagian
bawah sedang saya yang bagian atas" kata katak. "Ah, jangan curang! Yang
dapat berbuah kan bagian atas! Saya sangat memerlukan buah itu dari pada
kamu. Nanti yang bagian bawah juga dapat berbuah," kata monyet membujuk
katak. "Baiklah, kita kan bersahabat. Seorang sahabat haruslah saling
mengerti dan saling menolong. Kita tidak boleh bertengkar hanya karena
perkara kecil. Bawalah yang bagian atas! Saya cukup yang bagian bawah
saja," kata katak penuh perhatian. Mereka akhirnya membawa bagian masingmasing
ke
hutan.
Moni
membawa
batang
pisang
bagian
atas
dan
katak
bagian
bawah
untuk
ditanam.
Setiap sebulan sekali monyet mengunjungi katak. Mereka saling menanyakan
tanamannya. "Bagaimana tanaman pisangmu?" tanya moni. "Ha... ha..., lihat
saja itu! Subur bukan?! Tanamanku sangat subur. Daunnya begitu lebat."
Jawab katak sambil menunjukkan tanamannya. "Bagaimana dengan
tanamanmu?" tanya katak lebih lanjut. "Wah..., tanamanku juga demikian!"
jawab moni membohongi temannya. Ia bohong karena tanamannya sudah
mati. Batang bagian atas tak mungkin hidup bila ditanam. Bulan berikutnya
moni datang lagi. Ia bertanya kepada katak tentang tanamannya. "Bagaimana
tanamanmu?" tanya moni.
"Wah, tanaman pisangku sangat subur, dan sekarang sudah berbuah.
Bagaimana pula tanamanmu?" jawab katak sambil menanyakan tanaman si
Moni. "Demikian juga tanamanku, sudah berbuah. Bahkan buahnya besarbesar,"
jawab
moni
berbohong.
Mereka
kemudian
berbincang-bincang
sambil
bergurau.
Setelah
selesai,
moni
kembali
ke
hutan.
Pada
kunjungan
berikutnya
ternyata
buah
pisangnya
sudah
masak
tetapi
katak
tidak
dapat
memetiknya
karena
tidak
dapat
memanjat
pohon
pisang
tersebut.
Katakpun
meminta
bantuan
kepada
moni
yang
sedang
berkunjung.
"Moni,
tolong
petikkan
pisangku
yang
sudah
masak
itu!"
pinta
katak
kepada
moni.
"Wah, dengan senang hati, mari kita ke sana!" jawab moni sambil mengajak
katak. Monipun segera memanjat pohon pisang dan sesampainya di atas ia
segera memetik dan mencoba memakannya. "Wah, ranum benar pisangmu!"
teriak moni dari atas pohon pisang. "Hai moni, jangan kau makan sendiri saja.
Cepat petikkan sesisir dulu untukku" teriak katak sambil memohon. "Ya, nanti
dulu! Aku belum selesai memakannya. " sahut moni. Satu, demi satu
dimakannya pisang tersebut oleh moni, setiap katak meminta ada saja
jawaban si Moni. Katak tak pernah diberi. Bahkan si Katak hanya dilempari
kulitnya.
"Kamu lebih baik makan kulitnya saja, Tak! Ini bagianmu, terimalah! kata
moni. Katakpun berang dilecehkan oleh moni. Ia pun berkata dalam hati
untuk memberikan pelajaran kepada moni yang serakah tersebut. "Baiklah,
habiskan saja pisangku. Aku sudah tak berminat lagi. Aku sudah kenyang
makan nyamuk. Makanan utamaku kan nyamuk, bukan pisang seperti
makananmu." kata katak dengan kesal. "Ha... ha... ha..., katak-katak...,
salahmu sendiri kamu tak dapat memanjat. Kamu hanya dapat meloncatloncat
saja.
Coba
perhatikan
saya!
Saya
dapat
berjalan,
meloncat
dan
memanjat.
Makanankupun
lebih
banyak
jenisnya
daripada
kamu.
Kamu
lebih
baik
makan
nyamuk
saja.
Pisang
ini
sebenarnya
untukku
bukan
untukmu,"
kata
moni
dengan
congkak.
"Dasar moni serakah! Sudahlah, jangan banyak bicara! Cepat habiskan saja
pisangku! Sebentar lagi batangnya akan saya tebang," kata katak dengan
marah. Selesai berbicara katakpun mulai menebang batang pohon pisangnya.
Moni segera mempercepat makannya. Tak terasa ia mulai kenyang dan
mengantuk. Batang pohon pisang mulai bergoyang dan akan roboh tetapi
moni tak dapat menahan kantuknya. Lebih-lebih goyangannya batang pohon
pisang dianggapnya sebagai ayunan yang meninabobokkan. Akhirnya ia jatuh.
Perutnya terkena ujung pohon kayu kering yang" runcing dan badannya
tertimpa batang pohon pisang. TAMAT
Pesan moral :
Janganlah menjadi seorang yang serakah, karena keserakahan bisa
menyebabkan kesulitan/musibah pada diri kita.
PAMAN ALFRED DAN 3 EKOR RAKUN
Di sebuah peternakan yang luas, tinggal seorang peternak yang bernama
Alfred. Ia lebih sering di panggil Paman Alfred oleh tetangga di sekitarnya.
Setiap hari pekerjaannya memerah susu sapi dan memberi sapi-sapinya
makan, membabat rumput-rumputan untuk makanan sapi, kemudian
memberi makan ternak-ternaknya yang lain. Selain itu juga membersihkan
ladang jagung dan gandumnya. Setelah semuanya selesai, Paman Alfred
berkeliling ladang dan peternakannya, melihat apakah ada pagar-pagar yang
rusak atau tidak.
Sore menjelang malam hari, Paman Alfred merasa punggungnya sakit dan
pegal semua. Setelah makan malam, ia segera tidur karena badannya sudah
sangat lelah. Ia menghempaskan badannya di tempat tidurnya yang besar dan
empuk. "Saya sangat lelah," keluhnya. Tidak lama kemudian, Paman Alfred
tertidur. Di tengah tidurnya, ia tiba-tiba terbangun mendengar ada suara
sesuatu dari atap loteng rumahnya. Paman Alfred merasa terganggu tidurnya.
Ia segera mengenakan sendal dan mengambil senter.
Paman Alfred berjalan menaiki tangga menuju atap lotengnya. Setelah
membuka pintu lotengnya, paman Alfred sangat terkejut sampai hampir
terjatuh ke belakang. Ia melihat 3 ekor rakun yang sedang bernyanyi. Karena
kesalnya, ia berteriak, "Diam..!", 3 rakun tersebut tetap bernyanyi, walaupun
sudah diusir. Akhirnya, paman Alfred kembali ke kamarnya. Ia mencoba untuk
melanjutkan tidurnya.
Esok harinya, ia mengalami hal yang sama dengan kemarin. Paman Alfred
akhirnya membeli racun pengusir rakun. Ketika malam hari, Paman Alfred
kembali mendengar rakun-rakun tersebut bernyanyi. Rakun-rakun tersebut
tidak mau menyentuh makanan yang diberikan Paman Alfred. Mereka tahu
kalau makanan tersebut sudah diberi racun. Paman Alfred naik ke loteng. Ia
berteriak-teriak menyuruh rakun-rakun itu berhenti menyanyi. Ia juga
melempar rakun-rakun itu dengan sendalnya. Rakun-rakun itu mengelak
sambil terus bernyanyi mengejek Paman Alfred.
Keesokan harinya. Paman Alfred pergi ke perpustakaan. Ia mencari buku cara
mengusir rakun. Setelah hampir satu jam, buku yang dicarinya berhasil
ditemukan. Di buku tersebut tertulis cara mengusir rakun adalah dengan
membunyikan suara yang bising, misalnya dengan radio dan lainnya. Setelah
sampai di rumah, Paman Alfred menyiapkan radio tuanya. Ia memasukkan
kaset lagu rock ke dalam radiotapenya.
Malam harinya, ia memasang radio tersebut di loteng. Ia mencoba untuk tidur
tetapi rasa penasaran membuat Paman Alfred ingin melihat keadaan di
loteng. Ia kembali terkejut melihat rakun-rakun tersebut masih ada di loteng.
Mereka bahkan tidak hanya menyanyi. Mereka juga menari-nari mengikuti
musik. Habis sudah kesabaran Paman George. Mukanya menjadi merah karena
kesal, setelah mematikan radio ia berteriak sekeras-kerasnya.
"Diaammmm…!", teriak Paman Alfred. Setelah agak reda kekesalannya,
Paman Alfred berkata,"Aku punya tawaran untuk kalian, bagaimana kalau kita
tukar tempat ?, kalian boleh menempati kamarku sebagai tempat kalian",
ujar Paman Alfred kepada rakun-rakun itu. Rakun-rakun itu setuju. Esok
malam mereka menempati kamar Paman Alfred, sedang Paman Alfred tidur di
loteng. Setelah menyanyi dan menari akhirnya rakun-rakun itu tertidur di
kamar Paman Alfred.
Paman Alfred yang sudah sangat lelah tidak memikirkan lagi tempat tidurnya.
Ia tertidur lelap di loteng. Saking lelapnya, Paman Alfred bermimpi tentang
rakun, ia bernyanyi dalam mimpinya, persis seperti nyanyian yang di
nyanyikan oleh 3 rakun. Tiga rakun yang tidur di kamar Paman Alfred
terbangun, mereka merasa terganggu dan takut mendengar suara yang
berasal dari loteng. Mereka segera berlarian keluar rumah dan akhirnya
mereka tidak pernah datang lagi ke rumah Paman Alfred. Akhirnya sejak saat
itu, Paman Alfred bisa tidur dengan nyenyak setelah bekerja seharian. TAMAT
PAMAN GOBER DAN IKAN AJAIB
Suatu hari Paman Gober pergi ke Klub Milioner, tempat ia biasa berkumpul
bersama teman-temannya. Sesampainya disana, ia melihat pengumuman
perlombaan memancing untuk anggota klub dengan hadiah sepatu ladam dari
emas. "Wah, perlombaan yang hebat !, Aku akan ikut serta", kata Paman
Gober. Paman Gober segera berangkat ke pelabuhan. Ia menyewa perahu
motor dan kail. Dalam waktu singkat, Paman Gober berhasil mendapatkan
seekor ikan yang sangat besar. Tapi, tiba-tiba ikan itu bisa berbicara.
"Kumohon, lemparkan aku ke laut lagi", kata ikan tersebut. "Kalau kau
melepaskan aku, aku akan mengabulkan semua permintaanmu", kata ikan itu
lagi. Paman Gober berpikir,"Ikan yang bisa berbicara pasti ikan ajaib dan
barangkali ikan ini memang benar-benar dapat mewujudkan apa yang paling
kuinginkan." Paman Gober akhirnya meminta agar gudang uangnya dipenuhi
dengan uang. "Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, pulang dan
lihatlah gudang uangmu sekarang. Setelah melemparkan ikan itu ke laut lagi,
ia segera pulang dengan tergesa-gesa. Ternyata benar, gudang uangnya sudah
penuh. Penuh dengan logam emas sampai menyentuh langit-langit ruangan.
Paman Gober melompat-lompat kegirangan. Tetapi Ia segera berpikir dan
berkata pada dirinya sendiri, "seekor ikan yang dapat memenuhi lumbung
pasti dapat melakukan hal lain yang lebih hebat, Aku terlalu cepat
melepaskannya".
Paman Gober segera kembali ke pelabuhan. Sesampainya di tengah laut ia
memanggil ikan ajaib tersebut. "Oh ikan," panggilnya. "Aku ingin mengatakan
sesuatu padamu." "Apalagi ? Bukankah gudang uangmu sudah penuh ?", Tanya
si ikan ajaib. "Benar", jawab Paman Gober. "Tetapi aku meminta kebaikan
hatimu, bisakah aku mendapatkan sebuah Istana ?, sepertinya tidak pantas
jika aku mempunyai banyak uang tetapi masih tinggal dirumah tua saat ini",
ujar Paman Gober". "Baiklah, sekarang kau akan memiliki sebuah Istana yang
bagus, pulang dan lihatlah", ujar ikan sambil berenang ke laut lagi.
Setelah sampai dirumah, rumah Paman Gober sudah hilang. Ditempat itu
sekarang berdiri Istana yang sangat indah dan megah. Pintunya terbuat dari
emas dan lantainya dari marmer. Selama hampir satu jam Paman Gober
bergembira dan bangga pada dirinya sendiri. Ia merasa masih tidak puas.
"Karena aku mempunyai sebuah istana, seharusnya aku menjadi seorang raja
dan duduk di singgasana dengan memakai mahkota emas", pikirnya. "Paman
Gober, mungkin Paman sudah gila !!", kata Donal. Paman Gober tidak perduli,
karena pikirannya hanya harta terus, ia segera pergi ke pelabuhan untuk
menemui ikan ajaib lagi. "Apalagi sekarang ?, apa Istana itu kurang bagus?",
tanya sang ikan ajaib. "Istana itu indah sekali, Istana itu cocok untuk tempat
tinggal seorang raja, karena itu aku ingin menjadi raja, ujar Paman Gober."
"Tidak masuk akal !", kata si ikan. "Begitukah ucapan terima kasihmu setelah
aku melepaskan dan membiarkanmu pergi !?" "Baiklah", kata ikan itu. "Aku
akan mengabulkan permintaanmu kali ini, berusahalah menjadi raja yang
baik", lanjutnya.
Ketika sampai di Istananya, banyak pelayan yang menyambut dan memberi
hormat kepada Paman Gober. Diujung ruangan terdapat sebuah singgasana
dan sebuah mahkota dari emas. Tidak berapa lama setelah menikmati
menjadi raja, Paman Gober kembali berpikir, mungkin seorang raja tidak
cukup berharga. Ia ingin menjadi seorang Kaisar untuk seluruh dunia.
Sehingga tidak ada seorangpun yang akan menertawakanku.
Paman Gober kembali menemui Ikan ajaib. Setelah ia memanggil-manggil,
ikan ajaib itu muncul menyembulkan kepalanya. "Apa lagi sekarang ?", Tanya
si ikan. "Menjadi seorang raja tidaklah cukup hebat bagiku," kata Paman
Gober. "Aku ingin menjadi Kaisar Agung", lanjutnya. "Apakah ketamakanmu
tidak ada akhirnya ?" Tanya si ikan lagi. "Sekarang aku tahu kekuatan ajaib ini
tidak cukup membuat orang tamak sepertimu merasa puas dan bahagia,
pulanglah dan sekarang kau harus berbahagia dengan apa yang kau miliki
seperti ketika belum bertemu denganku", kata Ikan sambil pergi
meninggalkan Paman Gober.
Paman Gober pulang kembali. Ia tidak menemui Istananya, begitu pula
singgasana dan mahkotanya. Semuanya lenyap termasuk gudang uangnya yang
menjadi seperti semula. Paman Gober mulai menangis. Ia menangisi semua
hartanya yang lenyap. Beberapa saat kemudian, Paman Gober mengingat
kembali kata Ikan ajaib. "Tak ada kekuatan ajaib yang bisa memuaskan orang
yang tamak, berbahagialah dengan apa yang kau miliki". Ia segera berhenti
menangis dan mengeringkan air matanya. "Lumbung uangku ini bukan separuh
kosong, tetapi separuh penuh. Mungkin aku tidak terlalu miskin", pikirnya.
"Ikan itu adalah ikan yang bijak", kata Paman Gober. "Sekarang ikut aku
Donal, kita akan makan malam. Sesampainya direstoran Paman Gober dan
Donal memakan makanan yang lezat sambil tertawa bersama. Tetapi, setelah
mereka selesai makan, Paman Gober memberikan rekening tagihannya
kepada Donal. Ternyata, Paman Gober masih belum berubah, walaupun Ikan
ajaib telah memberinya pelajaran.
Pesan Moral : Semua nikmat dan rezeki yang didapatkan setiap hari harus
selalu kita syukuri. Ketamakan dan keserakahan dapat membuat seseorang
menjadi kehilangan segalanya. TAMAT